Jumat, 17 Februari 2012

Sirah Nabi Muhammad SAW-M. H Haekal (8); Hijrah Ke Madinah



Perintah Hijrah
RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang yang menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah. Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang masih tinggal di Mekah ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap akan meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti akan membuntuti mereka. Oleh karena itu Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain dari yang biasa, Juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.
Di Gua Thaur
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan.
Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang puterinya Aisyah dan Asma, serta pembantu mereka ‘Amir b. Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap Muhammad, yang pada malam harinya kemudian disampaikannya kepada Nabi dan kepada ayahnya. Sedang ‘Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr’ sorenya diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali dari tempat mereka, datang ‘Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka melihat bahaya sangat mengancam mereka kalau mereka tidak berhasil menyusul Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia menyerahkan nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala persoalan akan kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu sudah berhasil juga.
Kemudian pemuda-pemuda Quraisy – yang dari setiap kelompok di ambil seorang itu – datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mundar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan seorang gembala, yang lalu ditanya.
“Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.”
Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi.
“Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan-kawannya.
“Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana.”
Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di telinganya:
“Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita.”
Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa setelah terasa oleh Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu sudah mendekat ia berkata dengan berbisik:
“Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat kita.”
“Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua, ketiganya adalah Tuhan,” kata Muhammad.
Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Kedua orang bersembunyi itu mendengar seruan mereka supaya kembali ke tempat semula. Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan kepada Rasul.
“Alhamdulillah, Allahuakbar!” kata Muhammad kemudian.
Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok mujizatnya ialah karena segalanya itu tadinya tidak ada. Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi dalam gua, maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup orang yang dalam gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung dara datang pula lalu bertelur di jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum ditumbuhi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:
“Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi.”
Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat Ibn Hisyam ketika menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh ahli sejarah ini disebutkan sebagai berikut:
“Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur sebuah gunung di bawah Mekah – lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang hari, lalu sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu. Sedang ‘Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam gua. Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan yang cocok buat mereka … Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Ketika ia menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa yang dapat mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi Bakr siangnya berada di tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan apa yang mereka percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali dan menyampaikan berita itu kepada mereka.
‘Amir b. Fuhaira – pembantu Abu Bakr – waktu itu menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah, sorenya kambing Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr bertolak dari tempat itu ke Mekah, ‘Amir b. Fuhaira mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya jejak itu terhapus. Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang, aman mereka, orang yang disewa datang membawa unta kedua orang itu serta untanya sendiri… dan seterusnya.”
Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita gua itu yang kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar dari sana.
Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:
“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8: 30)
“Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)
Berangkat Ke Yathrib
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua).
Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham dan itu adalah seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. ‘Uraiqit – dari Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan selamat selama dalam gua.
Cerita Suraqa B. Ju’syum
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.
Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang lewat.
Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju’syum hadir.
“Ah, mereka itu Keluarga sianu,” katanya dengan maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi.
Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.
Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu – lalu akan membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri – ia lupa kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.”
Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa.

0 komentar:

Posting Komentar